13 June 2013


       Disebuah rumah yang sederhana, tinggal sepasang suami isteri yang sudah memasuki usia senja. Pasangan ini dikurniakan dua orang anak yang telah dewasa dan memiliki kehidupan sendiri.

Sang suami
merupakan seorang pesara sedangkan isterinya seorang suri rumah. Suami isteri ini lebih memilih untuk tetap tinggal dirumah mereka dan tidak mahu tinggal bersama anak-anaknya mereka..
Jadi, sepasang suami isteri yang sudah berusia itu menghabiskan waktu mereka yang tersisa dirumah yang telah menjadi saksi berjuta peristiwa dalam keluarga itu.

Suatu senja ba’da Isyak disebuah masjid tak jauh dari rumah mereka, sang isteri tidak dapat mencari selipar yang dipakainya ke masjid tadi.
Saat sibuk mencari, suaminya datang menghampiri lalu bertanya “Kenapa yah?”
Isterinya menoleh sambil menjawab “Selipar hilang..”.

“Tak apa..nah pakai selipar ni.” kata suaminya sambil menghulurkan selipar yang dipakainya. Sang isteri merasa bersalah untuk mengambilnya apabila melihat suaminya itu hanya berkaki ayam lalu memakai selipar itu dengan berat hati.

Menuruti segala suruhan suaminya adalah kebiasaan baginya. Jarang sekali dia membantah apa yang dikatakan oleh sang suami. Mengerti kebimbangan isterinya, sang suami mengeratkan genggaman pada tangan istrinya.

“Bagaimanapun usahaku untuk berterimakasih pada kaki isteriku yang telah menemani hidupku selama puluhan tahun itu, takkan dapat dibandingkan terhadap apa yang telah dilakukannya.

Kaki yang selalu berlari kecil membukakan pintu untukku saat aku pulang, kaki yang telah mengantar anak-anakku ke sekolah tanpa kenal erti lelah, serta kaki yang telah berjalan ke merata-rata tempat untuk membantuku, saat aku mempunyai masalah dan saat anak-anakku kesusahan.

Sang isteri memandang suaminya sambil tersenyum dengan tulus dan mereka pun melangkah menuju pulang ke rumah tempat bahagia mereka bersama….

Kerana usia yang telah lanjut dan penyakit diabetes yang dideritanya, sang isteri mulai mangalami gangguan penglihatan. Saat dia kesusahan memotong  kukunya, sang suami dengan lembut mengambil pemotong kuku dari tangan isterinya.

Tangan yang sudah berkedut itu digenggamannya dan setelah selesai sang suami mencium tangan itu dengan lembut dan berkata “Terimakasih Yah..”.

“Tidak, Saya yang patut berterimakasih.. sebab abang telah membantu memotong kuku saya.” kata sang isteri tersipu malu.

“Terimakasih untuk semua pekerjaan luar biasa yang belum tentu sanggup aku lakukan. Aku takjub betapa luar biasanyamu. Aku tahu semuanya takkan terbalas sampai bila-bilapun” kata suaminya tulus.

Air mata mula mengalir dari mata sang isteri “Kenapa abang cakap macam tu?
Saya terima semuanya bang, apa yang telah kita lalui bersama adalah luar biasa.

Saya selalu bersyukur atas semua yang dilimpahkan pada keluarga kita, baik ataupun buruk. Semuanya dapat kita hadapi bersama.”

Pada hari Jum’aat yang cerah setelah beberapa hari hujan. Siang itu sang suami bersiap hendak menunaikan ibadah solat Jum’aat,

Setelah bersalaman dengan sang isteri, dia menoleh sekali lagi pada sang isteri meratap tepat pada matanya sebelum akhirnya melangkah pergi.

Tak ada tanda kematian yang dapat  dilihat di mata dan perasaan sang isteri hingga saat beberapa orang mengetuk pintu membawa khabar berita yang tak pernah diduganya.

Ternyata siang itu sang suami tercinta telah menyelesaikan perjalanannya di dunia. Ia telah pulang menghadap Maha Penciptanya ketika sedang menjalankan ibadah Solat Jum’aat, tepatnya saat duduk membaca Tahyat terakhir.

Masih dalam posisi duduk sempurna dengan telunjuk kearah Kiblat, dia menghadap Yang Maha Kuasa.

“SubhanAllah.. sungguh indah akhir perjalanannya” terkejut para jama’ah setelah menyedari kalau dia telah tiada.

Sang isteri terbayang tatapan terakhir suaminya saat ingin pergi ke masjid. Timbul tanda tanya dalam hatinya, mungkinkah itu sebagai tanda perpisahan pengganti ucapan selamat tinggal.

Ataukah suaminya khawatir meninggalkannya sendiri didunia ini. Ia menjadi tanda tanya dihati sang isteri. Walaupun masih ada anak-anak yang akan menjaganya,

Tapi kehilangan suami yang telah didampinginya selama puluhan tahun cukup membuatnya merasa kesunyian . Namun ia tidak menjejaskan sedikitpun keikhlasan dihatinya terhadap takdir yang ditentukan Allah..

Dalam doanya dia selalu memohon kekuatan agar dapat bertahan dan juga memohon agar suaminya ditempatkan pada tempat yang layak.

Tak lama setelah kepergian suaminya, sang isteri bermimpi bertemu dengan suaminya. Dengan wajah yang cerah sang suami menghampiri isterinya dan mengusap  rambut sang isteri dengan lembut. “Apa yang abang lakukan?’ tanya isterinya kehairanan.

“Kamu harus kelihatan cantik, kita akan melakukan perjalanan panjang. Abang tidak boleh tinggal tanpa kamu, bahkan setelah kehidupan didunia berakhir,abang selalu memerlukan kamu.

Isterinya menangis sebelum akhirnya berkata “Saya ikhlas abang pergi, tapi saya juga tidak dapat berbohong sebab saya takut sekali tinggal sendiri.. Kalau ada kesempatan tinggal bersama abang sekali lagi dan untuk selamanya tentu saya tidak akan sia-siakan."

Sang isteri mengakhiri tangisannya dan menggantinya dengan senyuman.
Senyuman indah dalam tidur panjang selamanya….




No comments:

Post a Comment

RECENT POSTS

Top Popular Posts