Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua.
Kehidupan yang dialami oleh seorang manusia di dunia ini bukanlah sebuah
kehidupan yang terus-menerus tiada berujung dan tiada penghabisan. Ia
adalah sebuah kehidupan yang terbatas, berujung dan akan ada
pertanggungjawabannya. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Setiap jiwa yang bernyawa pasti akan merasakan kematian.” (Ali ‘Imran: 185)
Maha Benar Allah Subhanallahu wa Ta’ala dengan segala firman-Nya! Kita
dengar dan saksikan kilas kehidupan yang silih berganti dari masa ke
masa. Perjalanan hidup umat manusia merupakan bukti bahwa seorang
manusia, setinggi apapun kedudukannya dan sebanyak apapun hartanya, akan
mengalami kematian dan akan meninggalkan kehidupan yang fana ini menuju
kehidupan setelah kematian. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman
tentang Rasul-Nya Shalallahu ‘alahi wa Sallam dan manusia yang lainnya
dari generasi pertama sampai yang terakhir (artinya):
“Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) akan mati dan mereka juga akan mati.” (Az Zumar: 30)
Bukanlah berarti dengan kedudukan sebagai Rasulullah (utusan Allah)
kemudian mendapatkan keistimewaan dengan hidup selamanya, akan tetapi
sudah merupakan ketetapan dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala atas seluruh
makhluk-Nya yang bernyawa mereka akan menemui ajalnya.
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua.
Pernahkah sejenak saja kita merenungkan bagaimana ketika maut sudah di
hadapan kita? Ketika malaikat yang Allah Subhanallahu wa Ta’ala utus
untuk mencabut nyawa sudah berada dihadapan kita. Tidak ada tempat bagi
kita untuk menghindar walaupun ke dalam benteng berlapis baja, walaupun
banyak penjaga yang siap melindungi kita. Sungguh tidak bisa dibayangkan
kengerian dan dahsyatnya peristiwa yang bisa datang dengan tiba-tiba
itu. Saat terakhir bertemu dengan orang-orang yang kita cintai, saat
terakhir untuk beramal kebaikan, dan saat terakhir untuk melakukan
berbagai kegiatan di dunia ini. Saat itu dan detik itu juga telah tegak
kiamat kecil bagi seorang manusia yaitu dengan dicabut ruhnya dan
meninggalkan dunia yang fana ini. Allahul Musta’an (hanya Allah
Subhanallahu wa Ta’ala tempat meminta pertolongan).
Manusia yang beriman kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya akan mendapatkan tanda-tanda kebahagiaan kelak di akhirat dengan akan diberi berbagai kemudahan ketika meninggal. Adapun orang-orang kafir yang ingkar, mendustakan Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan tanda-tanda kejelekan ketika meninggal dunia dan bahkan akan ditimpakan adzab di alam kubur.
Alam Kubur
Setelah seorang hamba meregang nyawa dan terbujur kaku, maka ia akan diantarkan oleh sanak saudara dan teman-temannya menuju “tempat peristirahatan sementara” dan akan ditinggal sendirian di sebuah lubang yang gelap sendirian. Sebuah tempat penantian menuju hari dibangkitkan dan dikumpulkannya manusia di hari kiamat kelak, pembatas antara alam dunia dan akhirat, Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan dihadapan mereka ada dinding (alam kubur/barzakh) sampai mereka dibangkitkan.” (Al-Mukminun: 100)
Di antara peristiwa yang akan dialami oleh setiap manusia di alam kubur adalah:
1. Fitnah Kubur
Pertanyaan dua malaikat kepada mayit tentang siapa Rabbmu (Tuhanmu)?,
apa agamamu?, dan siapa Nabimu? Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam
bersabda:
« إِذَا قُبِرَ الْمَيِّتُ - أَوْ قَالَ
أَحَدُكُمْ - أَتَاهُ مَلَكَانِ أَسْوَدَانِ أَزْرَقَانِ يُقَالُ
لأَحَدِهِمَا الْمُنْكَرُ وَالآخَرُ النَّكِيرُ »
“Apabila mayat telah dikuburkan -atau beliau bersabda: (apabila) salah seorang dari kalian (dikuburkan)- dua malaikat yang berwarna hitam kebiru-biruan akan mendatanginya salah satunya disebut Al-Munkar dan yang lainnya An-Nakir.” (At-Tirmidzi no. 1092)
Adapun seorang hamba yang mukmin, maka ia akan menjawab pertanyaan
tersebut sebagaimana dalam potongan hadits Al-Barra’ bin ‘Azib
radliyallahu ‘anhu yang panjang: “Maka dua malaikat mendatanginya (hamba
yang mukmin) kemudian mendudukkannya dan bertanya: “Siapa Rabbmu
(Tuhanmu)? Ia menjawab: “Allah Rabbku; kemudian kedua malaikat itu
bertanya lagi: “Apa agamamu? Ia menjawab: “Islam agamaku; kemudian
keduanya bertanya lagi: “Siapa laki-laki yang diutus kepada kalian ini?
Ia menjawab: “Dia Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam; Maka itu
adalah firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala (artinya):
“Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang kokoh..” (Ibrahim: 27)
Perkataan yang kokoh dalam ayat di atas adalah kalimat tauhid (Laa
ilaaha illallaah) yang menghunjam dalam dada seorang mukmin. Allah
Subhanallahu wa Ta’ala meneguhkan seorang mukmin dengan kalimat tersebut
di dunia dengan segala konsekuensinya, walaupun diuji dengan berbagai
halangan dan rintangan. Adapun di akhirat, Allah Subhanallahu wa Ta’ala
akan meneguhkannya dengan kemudahan menjawab pertanyaan dua malaikat di
alam kubur.
Sedangkan seorang kafir dan munafik, ketika ditanya oleh dua malaikat:
“Siapa Rabbmu (Tuhanmu)? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu; kemudian
ia ditanya: “Apa agamamu? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu, kemudian
ia ditanya: “Siapa laki-laki yang telah diutus kepada kalian ini? Ia
menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu. Kemudian terdengar suara dari langit:
“Dia telah berdusta! Bentangkan baginya alas dari neraka! Bukakan
baginya pintu yang menuju neraka!; Kemudian panasnya neraka
mendatanginya, dipersempit kuburnya hingga terjalin tulang-tulang
rusuknya karena terhimpit kubur.”
Itulah akibat mendustakan Allah dan Rasul-Nya. Walaupun di dunia ia
adalah orang yang paling fasih dan pintar bicara, namun jika ia tidak
beriman, maka ia tidak akan dapat menjawab pertanyaan dua malaikat
tersebut. Kemudian ia akan dipukul dengan pemukul besi sehingga ia
menjerit dengan jeritan yang keras yang didengar oleh semua makhluk,
kecuali jin dan manusia.
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua.
Kejadian di atas mempunyai hikmah besar tentang keimanan kepada yang
gaib, yang tidak kasat mata dan tidak dapat ditangkap oleh pancaindra
kita. Apabila jin dan manusia bisa mendengar dan melihatnya, niscaya
mereka akan beriman dengan sebenar-benar keimanan. Oleh karena itu,
Allah Subhanallahu wa Ta’ala menjelaskan ciri-ciri orang yang bertakwa
diantaranya adalah beriman dengan yang gaib. Allah Subhanallahu wa
Ta’ala berfirman (artinya):
“Alif Lam Mim, Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib…” (Al-Baqarah: 1-3)
2. Adzab dan Nikmat Kubur
Setelah mayit mengalami ujian dengan menjawab pertanyaan dua malaikat di
alam kubur, jika berhasil, ia akan mendapatkan kenikmatan di alam
kubur; dan jika tidak bisa, ia akan mendapatkan siksa kubur.
Bagi yang bisa menjawab pertanyaan kedua malaikat tersebut, ia akan
mendapatkan kenikmatan di kuburnya. Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa
Sallam melanjutkan sabdanya: “Kemudian terdengar suara dari langit:
“Telah benar hamba-Ku! Maka bentangkan baginya kasur dari surga!
Pakaikan padanya pakaian dari surga! Bukakan baginya pintu yang menuju
surga!; Kemudian aroma wangi surga mendatanginya, diperluas kuburnya
sampai sejauh mata memandang, dan seorang laki-laki yang bagus wajah dan
bajunya serta wangi aroma tubuhnya mendatanginya dan berkata:
“Bergembiralah dengan apa yang menyenangkanmu! Ini adalah hari yang
telah dijanjikan bagimu. Maka ia berkata: “Siapa engkau? Wajahmu
mendatangkan kebaikan. Laki-laki itu menjawab: “Saya adalah amalan
sholihmu. Kemudian dibukakan pintu surga dan pintu neraka, dan
dikatakan: “Ini adalah tempatmu jika engkau bermaksiat kepada Allah,
Allah akan mengganti dengannya. Ketika melihat segala sesuatu yang ada
di surga, ia berkata: “Wahai Rabb-ku, segerakan hari kiamat! Agar aku
bisa kembali kepada keluarga dan hartaku.”
Adapun orang yang tidak bisa menjawab pertanyaan dua malaikat, maka ia
akan mendapatkan siksa kubur, sebagaimana kelanjutan dari hadits di
atas: “Kemudian terdengar suara dari langit: “Dia telah berdusta!
Bentangkanlah baginya alas dari neraka! Bukakanlah baginya pintu menuju
neraka!; Kemudian panasnya neraka mendatanginya, dipersempit kuburnya
hingga terjalin tulang-tulang rusuknya karena terhimpit kuburnya.
Kemudian seorang laki-laki yang buruk wajah dan bajunya, serta busuk
aroma tubuhnya mendatanginya dan mengatakan: “Bersedihlah dengan segala
sesuatu yang menyusahkanmu! Ini adalah hari yang telah dijanjikan
bagimu. Maka ia berkata: “Siapa engkau? Wajahmu mendatangkan keburukan.
Laki-laki itu menjawab: “Saya adalah amalan jelekmu, Allah membalasmu
dengan kejelekan, kemudian Allah mendatangkan baginya seorang yang buta,
tuli, bisu, dengan memegang sebuah pemukul, yang jika dipukulkan ke
gunung niscaya akan hancur menjadi debu. Kemudian ia dipukul dengan
sekali pukulan sampai menjadi debu. Kemudian Allah mengembalikan
tubuhnya utuh seperti semula, dan dipukul lagi dan ia menjerit hingga
didengar seluruh makhluk kecuali jin dan manusia. Kemudian dibukakan
pintu neraka baginya, sehingga ia berkata: “Wahai Rabb-ku, jangan
tegakkan hari kiamat!” (HR. Abu Dawud, Al-Hakim, Ath-Thayalisi, dan
Ahmad)
Hadits Al-Barra’ bin ‘Azib radliyallahu ‘anhu di atas dengan gamblang menjelaskan tentang segala sesuatu yang akan dialami oleh manusia di alam kuburnya. Wajib bagi kita untuk beriman dengan berita tersebut dengan tidak menanyakan tata cara, bentuk, dan yang lainnya, karena hal tersebut tidak terjangkau oleh akal-akal manusia dan merupakan hal gaib yang hanya diketahui oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Sangat sedikit dari hal gaib tersebut yang diperlihatkan kepada para Nabi ‘alaihimussalam. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“(Dialah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu. Kecuali pada Rasul yang diridhai-Nya.” (Al-Jin: 26-27)
Maka dari itu, apa yang diyakini oleh kaum Mu’tazilah dan yang
bersamanya, bahwa adzab kubur dan nikmat kubur tidak ada, merupakan
kesalahan dalam hal aqidah, karena hadits tentang masalah ini sampai
pada tingkatan mutawatir (bukan ahad). Bahkan dalam Al-Qur`an telah
disebutkan ayat-ayat tentangnya, seperti firman Allah Subhanallahu wa
Ta’ala (artinya):
“Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari
terjadinya kiamat (dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan
kaumnya ke dalam azdab yang sangat keras.” (Al-Mu’min: 46),
Kemudian firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala (artinya):
“Dan sesungguhya Kami merasakan kepada mereka sebagian adzab yang dekat sebelum adzab yang lebih besar.” (As-Sajdah: 21).
Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan adzab yang dekat dalam ayat tersebut adalah adzab kubur.
Penutup
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua.
Penjelasan di atas hanyalah sekelumit dari apa yang akan dialami manusia
di alam kubur nanti. Pastilah seorang hamba yang beriman dan cerdas
akan bersiap-siap dengan berbagai amalan sholih sebagai bekal di akhirat
kelak, termasuk ketika di alam kubur. Dan memperbanyak do’a memohon
perlindungan dari adzab kubur dengan do’a:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ
عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا
وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ.
“Ya Allah sesungguhnya aku meminta perlindungan dari adzab kubur, dari adzab neraka, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.” (HR. Al-Bukhari no.1377)
Semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala senantiasa melindungi kita dari
berbagai ujian, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, hingga kita
menghadap-Nya, dan memberikan kepada kita kecintaan untuk bertemu
dengan-Nya ketika kita akan meninggalkan kehidupan yang fana ini menuju
kehidupan kekal abadi. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Mutiara Hadits Shahih
Pernah Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam ketika melewati dua buah kuburan bersabda:
أَمَا إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيرٍ أَمَّا
أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَمْشِى بِالنَّمِيمَةِ وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ لاَ
يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ - وﰲ رواية: لاَ يَسْتَنزِهُ مِن بَوْلِهِ.
“Ingatlah! Sesungguhnya kedua orang ini sedang diadzab; dan tidaklah mereka diadzab disebabkan dosa besar (menurut persangkaan mereka). Adapun salah satunya, semasa hidupnya ia melakukan namimah (mengadu domba); sedangkan yang satunya, semasa hidupnya ia tidak menjaga auratnya ketika buang air kecil.” (HR. Muslim no.703 dari shahabat Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma). - Dalam riwayat lain: “tidak bersih saat bersuci dari buang air kecil.”